Pandemi, Setahun Kuliah di Malaysia Secara Online

 




Pandemi, Setahun Kuliah di Malaysia Secara Online, aliaef.com


Assalamualaikum,

Sejak saya menulis soal Kuliah di Malaysia tanpa Agen, banyak banget yang japri dan menanyakan lebih lanjut soal proses mendaftar kuliah di Malaysia tanpa agen, apalagi di masa pandemi ini.


Memang saya akui, ini salah satu keberuntungan di sulung juga bisa daftar kuliah tanpa agen dengan lancar. Karena yang paling penting adalah harus sabar banget, kalau nggak sabar pasti bakal mundur dan memilih menggunakan agen. Juga adanya kerjasama antara anak dan orang tua. Kenapa? Karena prosesnya emang bikin bingung buat yang pertama kali. Pertama memakai bahasa Inggris, bagi yang bahasa Inggrisnya kurang lancar seperti saya pasti akan kebingungan. Lalu banyak istilah yang nggak paham dan kita harus aktif bertanya.


Saya banyak bertanya ke berbagai penjuru, seperti yang pernah saya tulis, saya follow berbagai Instagram yang terkait pendidikan di Malaysia, saya bertanya kepada adminnya, bertanya kepada mahasiswa yang sudah kuliah di sana atau bertanya kepada keponakan suami yang pernah jadi mahasiswa di Malaysia.


Dari beberapa pertanyaan yang datang ke saya, mereka sepertinya masih bingung untuk memulai. Untuk awal mendaftar itu nggak terlalu sulit. Hanya siapkan dokumen saja yang dibutuhkan. Lalu di submit sesuai petunjuk di website. Setelah diterima, ikuti saja petunjuk, dan bertanya langsung kepada pihak kampus terkait.


Nah sekarang saya akan share pengalaman si sulung selama setahun belakangan menjadi mahasiswa Universitas Utara Malaysia tapi kuliah di rumah. Saya mengamati kegiatan sulung dan kadang dia bertanya sekaligus diskusi dengan saya, jadi saya mencoba sharing lewat blog. 


Mahasiswa Luar Negri dari Rumah 


Setelah si sulung diterima, dan telah membayar uang registrasi sekaligus uang kuliah, dia tinggal menunggu jadwal kuliah dari kampus. Menariknya,kebetulan si sulung termasuk aktif ikutan meeting online dengan PPI UUM. Jadi dia kenal dengan beberapa temannya satu angkatan. Lalu satu angkatan di UUM ini juga membuat grup sendiri, jumlahnya tidak sampai 100 mahasiswa Indonesia.


Lalu dipersempit dia membuat grup satu jurusan yakni Komunikasi. Jadi dia tahu siapa saja teman-temannya asal Indonesia baik satu jurusan atau yang tidak. Bahkan sebelum kuliah dimulai, mereka sudah kopdar. Jadi bertemu mahasiswa Indonesia yang kuliah di Malaysia meski tidak semuanya datang. Dan dari obrolan itu, ternyata si sulung bersama temannya yang satu (jadi dia hanya berdua) mendaftar kuliah di Malaysia secara mandiri tanpa agen. Rata-rata mereka memakai agen dengan biaya agen dari Rp 50-70 juta, ckckckc. Kaget juga saya mendengar cerita si sulung. 


Proud of my sulung.


Lalu kuliah pun dimulai. Berbeda dengan SMA, tentu mahasiswa memilih sendiri mata kuliah (matkul) mana yang diinginkan. Namanya juga masih baru, si sulung mengambil satu matkul yang ternyata isinya mahasiswa tingkat 2-3 semua, hahahah. Jadi dia paling muda sendiri. Untung dia bisa mengikuti jadi nilai matkul ini nggak malu-maluin.


Jadwal kuliah yang diikuti si sulung itu setiap hari Senin, Selasa, Kamis, Sabtu dan Minggu. Jadi kalau di Malaysia hari Jumat itu libur. Pagi jam 8 dia sudah 'nangkring; di depan laptop. Lantaran Indonesia waktunya lebih mundur satu jam, jadi di Malaysia itu jam 9 pagi. Dosennya juga kooperatif dan menyenangkan dari yang saya amati. Ada diskusi dan komunikasi, sehingga kuliah berjalan dengan lancar.


Biasanya kalau terdengar hening, si dosen akan memanggil nama mahasiswa untuk menjawap pertanyaan atau tes kuping, Lols. Yaahh namanya juga online, kan si dosen nggak bisa melihat apakah siswanya ada di depan laptop atau lagi tidur.


Kata si sulung, dosen banyak memberikan tugas. Kalau tugas kelompok, mereka membuat grup sendiri dan komunikasi lewat WAG atau zoom untuk diskusi. So far yang saya lihat semuanya berjalan lancar si, bahkan IP si sulung menurut saya terbilang besar kalau mau dibandingkan IP saya ketika kuliah, wkwkwkwk.


Nah, sebelum masuk semester 2, sempat terdengar kabar kalau  Maret 2021 kemarin, siswa Indonesia sudah bisa masuk Malaysia tapi dengan catatan harus dikarantina selama 2 minggu di hotel , biayanya jika dirupiahkan Rp 15 juta. Yang membuat saya emoh ke sana, ketika mengetahui kalau setiba di Malaysia pun kuliahnya akan online juga.


Ngapain coba? Ngabisin duit, keluar uang karantina, uang asrama. cost living, dan lainnya. Akhirnya mahasiswa Indonesia kompak memutuskan mereka emoh ke sana, kecuali mahasiswa yang memang membutuhkan untuk praktek.


So..sulung still stay at home now. Entah kapan ke sana, melihat situasi kondisi covid masih ganas, apalagi diberitakan ada mutasi baru. Semoga dunia kembali berjalan normal. Kasian juga, tercatat  mahasiswa Malaysia tapi kuliah di rumah. Nggak ada pengalaman dan cerita sekolah di negeri orang ya.


Semoga Bermanfaat

Alia Fathiyah



3 comments

  1. Semoga pandemi ini cepat berakhir karna memang benar, kasihan anak-anak sekolah yang baru masuk tapi tidak bisa ketemu teman-temannya. Hanya sebatas lewat layar kaca hp dan laptop berkenalannya.

    ReplyDelete
  2. Haloo mba alia fathiyah salam kenal...wah kita sama persis nih ceritanya punya anak sulung yg berkuliah di malaysia dimasa pandemik...anak sy pun msh full online juga hingga saat ini oh ya ketika apply ke UTM anak sy pun tanpa jasa agen...via bantuan info saja dr kk kelas orang indonesia yg berkuliah di utm saja...

    ReplyDelete
    Replies
    1. hallo salam kenal. Tapi Maret ini sudah mau offline lagi mengurus visa

      Delete