Pengalaman Kesenggol Omicron

 


Bissmillah,

Pengalaman Kesenggol Omicron-aliaef.com

Qadarullah... saya kesenggol omicron, kroninya Covid-19. Saya nggak menyangka bakal positif Covid-19 setelah 2 tahun pandemi ini. Karena belakangan kebanyakan aktivitas di rumah saja. 

Jadi berawal pada 14 Februari 2022, si bontot (7 tahun) badanya panas. Agak khawatir juga karena kalau demam, suhu badannya sampai tinggi hingga lebih dari 39. lantaran khawatir, esoknya saya bawa ke dokter anak langganan.

Dokter melihat tidak ada radang dan kemungkinan virus, lalu memberikan surat rujukan untuk cek darah atau swab jika Hari Kamis masih panas.

Alhamdulillah Rabunya panas sudah menurun. Dan bersamaan hari  itu kepala saya udah sakit banget, tenggorokan mulai terasa nggak enak, perut mual, dari hasil saya brosing, gejala mirip omicron. Lalu esok harinya saya ke klinik dan sekalian antigen, ternyata hasilnya negatif.

Tapi kepala semakin sakit, berat. Tenggorokan juga semakin sakit, perut mual, badan agak ngilu, semua vitamin saya minum. Obat panadol nggak mempan geys, lalu dicoba obat dari dokter untuk sakit kepala. Obat itu isinya gabungan parasetamol, ibu profen dan kafein, baru ngaruh ini kepala sedikit demi sedikit berkurang sakitnya. Panadol itu selama ini andelan saya kalau mentok sakit kepala.

Lalu hari Sabtunya, 19 Februari karena nggak tahan dan nggak ada perubahan saya ke klinik yang berbeda. Ke dokter lagi sekaligus antigen. Dokter memberikan obat parasetamol, antibiotik dan anti radang. Ketika mengetahui hasil antigen positif, dokter mengambil obat antiradang. Dan mengatakan segera lapor ke Puskesmas karena nanti akan diurus obat dari Kemenkes.


Esoknya saya mulai buka aplikasi Peduli Lindungi, mulai tanya dokter telemidicina, dokter kasih resep obat Paket B untuk gejala ringan. Lalu dialihkan ke Kimia Farma Tangerang dan obat sampai 2 hari kemudian. Isinya Antivirus, Zinc dan Parasetamol. Karena saat itu saya sudah Isoman selama 5 hari, termasuk telat kan dapat obatnya. Lalu saya tanya ke kenalan yang dokter, dia menyarankan saya minum Antivirus 2 x sehari 6 tablet. Jadi sehari 6 tablet saja dan minum antibiotik dihentikan.

Omicron ini bener-bener deh. tapi saya mendengar cerita dari teman yang udah S2 dan S3 dari Covid-19, kalau gejala Omicron termasuk ringan dibandingkan sebelumnya. Oemji, ini aja udah nggak nahan sakitnya.

Kalau sakit kepala ini, Subhanallah..sakitnya bener-bener dah. Berat, nyaris di semua bagian kepala sakit. Tenggorokan juga nggak enak banget, sakitnya berbeda kalau sedang radang. Bahkan minum air pun berasa sakit. Jika minum obat, terasa sekali obat kesusahan saat lewat tenggorokan. Tiga hari pertama serangan omicron ini benar-benar berat.

Ketiga anak dan suami di rumah juga antigen, Alhamdulillah semuanya negatif. Saya pun melipir dan menjauh dari mereka. Penghuni rumah mulai diharuskan memakai masker dan jangan mendekati emak nya dulu.

Emak-emak emang ‘haram’ sakit ya. Berasa banget ini, di rumah nggak ada ‘manager’ kebingungan secara semuanya anak laki. Saya mau bergerak juga badan nggak support. 

Kasian si bontot yang bucin banget sama emaknya. Selama ini sedikit-sedikit nemplok kayak baby Koala. Alhasil tiap pagi bangun tidur curhat, dengan jarak kurleb 1 meter.

"Mama kapan si sembuhnya, aku tidur sendiri terus, bangun tidur mama nggak ada..." sambil mau nangis. Sedihhkkaannnn...Dia kalau pagi pas bangun harus ada emaknya, kalau nggak teriak nyariin dan minta emaknya nyamperin dia dimanapun berada. Terus tidur lagi kalau emaknya udah peluk-peluk. 

Soal makanan karena kita semua isoman, Alhamdulillah banget saya tinggal di lingkungan rumah yang support banget dengan warganya. Ketika mengetahui saya isoman, bergantian tetangga mengirimkan makanan. Dari sarapan hingga makanan berat. Jika ada yang kurang tinggal memesan lewat go food.

Tapi lama kelamaan saya merasa kasihan juga melihat anak-anak dan suami yang sehat-sehat jadi ikutan isoman di rumah. Ada yang pingin main futsal, main sama teman-temannya dan bapaknya yang juga harus kerja. Lalu saya mulai mencari informasi soal isoman yang ditanggung pemerintah dan bagaimana caranya.

Ternyata harus melewati Puskesmas dan itupun harus melalui tes PCR bukan Antigen. Alhasil saya mulai mencari petugas kesehatan yang bisa PCR ke rumah. Ternyata penuh dan baru dapat empat hari setelah saya isoman. Ini pertama kalinya melakukan tes PCR, yang PR banget ketika di bagian mulut harus sampai ujung lidah, iyuh.

Setelah malamnya mendapatkan hasil tes PCR, saya kirimkan ke petugas Puskesmas sekaligus isi form via WA. Lalu petugas itu menginput data. “Ini menunggu bisa satu hari dan biasanya mendadak bu. Diantar dari Puskesmas dengan ambulance, jam 9 pagi, ” kata petugas Puskesmas.

Hari demi hari menunggu. Saking lamanya mendapatkan informasi dari Puskesmas, saya juga mencari informasi Isoman berbayar. Ternyata tak ada satupun artikel soal itu. Adanya karantina untuk orang yang pulang dari perjalanan luar negeri.

Pada akhirnya, di hari ke 4 Isoman di rumah saya baru mendapatkan kabar kalau pengajuan saya untuk Isoman di Hotel Yasmin, Karawaci di approve. The truly journey has begun. Nanti saya tulis bagaimana Isoman bersama dengan penghuni lainnya. Seru banget.

Salam sehat semua

Semoga Bermanfaat

Alia F


No comments