Bayiku, Operasi Tutup Yeyunustomi


Akhirnya, baby Ahmad berusia 4 bulan pada bulan Mei 2015. Waktunya untuk menutup dan melakukan operasi kedua, yang disebut operasi tutup yeyunustomi. Kalau pengertian awamnya,usus yang dikeluarkan untuk membuang kotoran itu harus dipotong dan ditutup. Sehingga di perut baby tidak ada lagi tonjolan, hanya segaris bekas operasi. Mengingat biaya pada operasi pertama sangat besar (ketika melihat jumlah totalnya, saya dan suami melotot matanya saking besarnya), kami memutuskan menggunakan BPJS.

Ternyata urus BPJS agak rempong dan antrinya itu sangat panjang, untung si babeh orangnya sabar dan tidak sombong. Alhamdulillah kami dimudahkan dan dibantu oleh dokter bedah anaknya, dr Ariono Arianto.

Awalnya, kami ingin operasi dilakukan di RS Harapan Kita (Harkit). Lantaran dokternya
praktek di sana, juga bisa dengan mudah menggunakan BPJS. Tapi rencana itu tidak semudah yang diperkirakan. Sejak Januari, selesai operasi pertama kita sudah merencanakan operasi di Harkit.

Ternyata, lokasi rumah saya yang di Serpong harus meminta rujukan pindah propinsi ke Jakarta
(ribetkan). Bukan itu saja, pihak BPJS malah menyuruh kita melakukan operasi di RSUD Tangerang Selatan dengan dokter bedah yang berbeda.

Waduh, ini urusan anak bayi lho, kalau ditangani dokter yang berbeda, apa mereka mau bertanggung jawab kalau ada efek sampingnya? Mereka tidak perduli hal itu.

Saya dan suami tetap ingin operasi di Harkit dan sudah ada rujukan dari dokter bedahnya langsung, pihak BPJS di RSUD Siloam tetap kekeuh tidak bisa memberikan surat rujukan dengan alasan sudah begitu prosedurnya.

Pablebuat, daripada bayi saya ditangani dokter lain dengan faslilitas mengkhawatirkan (lantaran rumah sakit baru), akhirnya kami memutuskan operasi kedua dilakukan di Siloam Hospital lagi. Ini juga atas bantuan dr Ariono yang juga praktek di Siloam (Thanks to God yang mempertemukan kami dengan dokter senior ini, yang humble, baik hati, santai dan suka berguyon. Kami sebagai orang tua, jadi sedikit lega dan tidak panik dengan kondisi bayi kami harus ada di meja operasi).

Awalnya, operasi akan dilakukan di RSUD Siloam, karena menggunakan BPJS. Padahal kelas 1 itu sesuai peraturan dilakukan di Siloam LV. Tapi Alhamdillah kemudahan datang. (FYI, kami satu kamar dengan pasien anak lain, dia harus menunggu empat bulan untuk mendapatkan kamar kelas 1
BPJS di Siloam LV). Dengan bantuan dokter lain, kami bisa mendapatkan kamar kelas 1 di Siloam LV. Jadwal operasi tanggal 20 Mei 2015, tapi dr Ariono meminta saya dan baby sudah diinapkan sejak 18 Mei untuk observasi dan dilakukan serangkaian tes.

 Alhamdulillah operasi kedua ini, saya bisa meneman baby menginap. Senang, rasanya berdua saja dengan baby di kamar dengan fasilitas seperti hotel (seandainya semua BPJS dimudahkan seperti ini, two tumbs up untuk pemerintah Indonesia). Semua bagus, dari kamar, pelayanan suster, dokter, makanan, kebersihan kamar, observasi baby.

Akhirnya saat itu datang. Operasi hari Rabu, 20 Mei 2015. Melihat tangan baby diinfus, saya merasa saya yang kesakitan. Serangkain tes juga dilakukan, ngak tega melihat Fatih disuntik lagi, diambil darah lagi, bekas suntikan dan infus berkabel-kabel di kaki aja masih ada sisa Januari belum
hilang.

Fatih harus puasa selama 6 jam. Saya sudah siapkan  dua empeng kalau dia rewel karena tidak bisa ASI. Tapi babyku ini memang hebat. Meski puasa, dia tetap gesit, gembira, tertawa, santai dan mudah diajak bercanda. He's my baby happy! Padahal sejak awal yang saya khawatirkan salah satunya adalah puasa.

Tapi jangan senang dulu, 2 jam menjelang operasi, Fatih rewel. Entah lapar, entah mengantuk (dia kalau ngantuk itu gak bisa diajak kompromi, tapi kalau lapar masih bisa tahan, hehehe lucu ya anak bayi).Saya, babeh, neneknya, berusaha bergantian menenangkan dengan menggendongnya, tapi Fatih tetap mengangis jejeritan. Agak panik juga. Ternyata, dia cuma minta tidur di kasur dengan posisi miring dan pantatnya ditepuk-tepuk, phuuihhhh...seandainya si bayi bisa ngomong, mungkin kita nggak panik ya.

Tak lama suster membawa kursi roda, saya duduk sambil memangku baby menuju ruang operasi di lantai 3. Hanya saya yang masuk ke dalam ruang operasi mengantarkan Fatih. Berbalut baju operasi, tutup kepala dan sendal, saya deg-degan. Saya peluk baby Fatih sambil terus berbisik untuk kuat dan terus shalawat Nabi (ini ampuh membaca shalaawat semua dimudahkan, Insya Allah).

Masuk ke dalam ruang operasi, banyak suster yang gemas dengan Fatih yang endut. Ada yang cium2 pipi (duhh, suster cium2, bersih gakk siii), ada ajak tertawa, sambil bicara ke temannya suster, "Ih bayinya gendut karena ASI lho..." hah? Emang nggak bisa bayi ndut karena Asi?

Fatih yang memang gemar tebar pesona, dia malah senyum-senyum di depan suster, jadilah suster yang sedang berkumpul itu semakin jejeritan gemas melihat keramahan Fatih. Lalu saya masuk ke dalam ruang operasi, banyak lampu besar, alat-alat, ingatan kembali ke Januari lalu. Ingin rasanya terus di ruangan itu memeluk Fatih, ingin rasanya di ruang operasi itu terus menggenggam jari mungilnya. Dokter meminta saya keluar ruangan, lalu saya mencium pipinya dan berbisik. Mata mulai berair lagi, ternyata air mata ini masih belum kering.

Menunggu selama 2 jam seperti menunggu 2 tahun. Tak lama suster memanggil kami, keluarga Fatih dan hanya satu orang yang masuk, tentu itu saya, ibunya. Saya langsung berjalan cepat mengikuti suster masuk ke dalam. Di depan sebuah tempat tidur banyak suster yang berbisik seperti iba melihatnya. Ketika mereka melihat saya, ada yang berbisik, "Itu mamanya."

Saya melihat Fatih sedang menangis pelan-pelan, tubuhnya ditutup selimut dan kain tebal, "Dia kedinginan," kata seorang suster. Tau kan bagaimana dinginnya kamar operasi. "Masih kebawa obat bius."

Saya mengusap-usap kepalanya sambil terus berbisik, saya nangis lagi (satu tahun ini, sejak hamil, saya jadi wanita paling cengeng sedunia). Mendengat suara saya, Fatih tenang, dia mulai tertidur, saya tidak melepaskan genggaman jemari mungilnya. Sepertinya suster yang berkerumun itu kasihan melihat bayi masih sangat kecil sudah dioperasi. Gumam-an setiap orang sejak Fatih dioperasi di usia 3 hari, tidak saya hiraukan. Terserah orang mau ngmong apa, yang ada di dalam pikiran saya, bagaimana caranya bayi saya ini sehat dan bisa pulang ke rumah. Nggak perduli dengan semua celetukan orang lain, meski saya yakin mereka perhatian. Saya tidak mau terlena dengan kekhawatiran orang lain, itu bisa membuat saya semakin mellow dan tidak fokus ke bayi saya.

Tak lama Fatih dibawa kembali ke ruang perawatan, dia harus menunggu 24 jam untuk bisa menyusu lagi. Kasihan melihat bibirnya mengering. Alhamdulillah, recovery berjalan baik, Fatih kini sehat, pintar dan lucu. Fatih bayi istimewa, dia selalu setia menemani saya sejak di dalam perut, segala peristiwa yang tidak mengenakkan, pendarahan, muntah-muntah, dan bedrest selama hamil, dia selalu setia dan terus menemani mamanya dengan sabar. Semoga Fatih selalu sehat dan kuat, juga menjadi anak sholeh, bermanfaat untuk orang lain, agama, keluarga dan dirinya sendiri, Amin Yra.

 Alia F

No comments