Sempat Menolak Anak Nyantri, Akhirnya Anak Masuk Pesantren



Sejak dulu saya paling nggak mau kalau anak masuk pesantren. Banyak pertimbangan, mulai dari mendengar cerita-cerita miring, baca bagaimana pergaulan di pesantren sampai efek psikologis anak. Saya hanya ingin anak-anak selalu berada di pengawasan saya, setiap hari kelihatan di depan mata, bisa diajak ngobrol, dipeluk, dicium setiap hari. Pokoknya lebay banget dah jadi emak.

Baca: Ke Semarang: Pengalaman Pertama Kali Naik Kereta Api dengan Anak Balita 


Menurut saya, usia anak masuk SMP bukan waktu yang tepat untuk anak masuk pesantren atau boarding school. Anak masuk SMP itu kisaran usia 12-13 tahun, usia anak laki-laki menjelang masa puber dan baliq. Anak baliq itu tentunya sangat dipengaruhi gejolak hormon yang masih labil, jiwanya masih terombang ambing , mereka butuh ibu yang selalu dekat untuk bertanya.



Dengan ibu, anak bebas bisa bertanya apa saja dan tentu mendapatkan jawaban yang benar, nggak menyesatkan. Selain itu, anak baru puber tentu hormon seksualitasnya lagi menggebu-gebu, mulai mengenal teman lawan jenis, ikut-ikutan teman, gampang dikecoh, bagaimana kalau mendapatkan hal yang tidak baik tanpa ada ibu di sampingnya?

Pokoknya hal-hal kayak gitu selalu ada di pikiran saya. Dan hebatnya, pemikiran itu saya tularkan ke teman-teman lain. Saya kacaukan pikiran mereka ketika ada teman yang berniat anaknya akan dimasukkan ke pesantren.

Baca: Ke Semarang: Pengalaman Naik Kereta Api dengan Anak Balita

Allah Maha Hebat. Hanya dalam waktu hitungan minggu, pikiran saya berubah sodara-sodara sebangsa dan setanah air.

Kenapa berubah?

Ini ada beberapa flashback duluk.

Baca: Begini Suka Duka untuk Jadi Freelancer

1. Anak saya yang tengah ini, Rafa, berbeda dengan abangnya. Sejak masih kecil, dia suka banget bergaul, luwes, temannya banyak, suka banget berteman. Kalau ada temannya main ke rumah, dia jaga supaya betah. Semua mainan dikeluarkan, bahkan tak sedikit dikasih. Kalau ada uang habis lebaran temannya dijajanin. Kalau temannya pulang, dia nangis.

Rafa waktu kecil 

2. Sejak kecil Rafa ini 'adat'nya cakep banget. Kalau tantrum, Subhanallah. Suka-suka dia, ngambek melulu. Kadang kalau saya lagi capek pulang kerja, terus dia bertingkah, merasa mentok, nggak ada jalan lain untuk mendidiknya, saya suka keceplosan begini. "Mama masukin kamu ke pesantren, supaya lebih bersyukur, lebih ngerti, lebih nurut,  bla bla bla blaaaaa..." omelan emak-emak nyinyir. Ternyata, ketika saya ngomong begini, ada malaikat yang meng Aamiin kan dan diijabah Allah.


3. Anaknya jahil banget. Terutama ke adiknya, mereka berbeda usia 9 tahun. Rafa ini suka banget main, kayak bang toyib jarang di rumah. Kalau pulang cuma untuk mandi, makan terus main ke rumah tema-temannya. Nah, lagi adiknya anteng-anteng, dia pulang ke rumah lalu adeknya dijahilin nangislah si adek sekejer-kejernya, terus dia ngilang main lagi. Cakep bangetkannn.

4. Waktu pergantian tahun baru kemarin, Rafa saya daftarkan pesantren kilat di Bintaro. Ternyata dia happy banget (sudah kukira). Dia dapet temen baru, bahkan dia nggak mau pulang. Lha, pesantren udah selesai, temennya pada pulang masa dia nyatri sendiri?

Sejak itu dia mau masuk pesantren, dan ternyata juga ada pengaruh dari sinetron Kun Anta yang bercerita tentang dunia pesantren. Hadeeuuhhh...sinetron


Nah, mulai deh saya sama Paksu cari-cari pesantren yang masih buka, ternyata pendaftaran sudah ada sejak Oktober 2017 dan beberapa pesantren bagus sudah tutup karena kuota sudah terpenuhi.

Oiya yang paling penting dari semua penuturan di atas  kenapa akhirnya saya ikhlas memasukkan anak ke pesantren adalah lantaran si tengah ini anaknya unik. Dia nggak suka baca, nggak suka menulis, dia lebih suka belajar dari visual. Kekuatannya adalah olahraga dan aktivitas luar. Nilai akademisnya biasa banget. Tapi sejak kecil dia pintar berbisnis. Dia buat tameng Kapten Amerika dari kardus lalu diwarnai, dia jual ke anak-anak kecil. Mainan bekas dia jual, emaknya disuruh bikin es sirop di plastik lalu dijual. Itu semua untuk memenuhi keinginannya jajan, pas laku langsung ngibrit ke warung. Jadi dagang juga gak kliatan untungnya, Lols.


Nah ini yang paling penting, guru sekolah dan guru ngaji privatnya mengatakan kalau Rafa cepet banget hafalan. Untuk surat-surat panjang Al Quran dia dengan mudahnya hafal di luar kepala.

Lalu saya mulai mikir, kalau saya melarang dia masuk pesantren di mana kekuatan dia di sana, saya merasa menzolimi anak. Saya jadi kayak maksain anak untuk masa depan yang bukan bidangnya dia. Dia suka berteman, hafalan kuat, udah kayak bang toyib, jadi alasan apa lagi untuk menolak dia masuk pesantren? Selain itu, menjadikan anak santri, menjadi hafiz adalah investasi bagi orang tuanya kelak di akhirat. Aamiin. Atas dasar itulah, saya merelakan si tengah ini nyantri.

Emak baper itu sah!

Waktu daftar aja, ketika tes masuk, saya udah baper. Mau mewek tapi gengsi dong (tsaahhhh si emak baper). Pas tau dia diterima saya bersyukur banget. Mau baper ditahan lagi, lebih banyak berdoa.

Yang pasti, jika ingin memasukkan anak ke pesantren itu harus keinginan dari anaknya sendiri, jangan dipaksakan. Hal-hal yang dipaksakan tentu hasilnya juga kurang baik. Kasian anaknya sendiri jadi merasa dibuang. Selamat Nyantri!


Semoga Bermanfaat

(next: Insya Allah akan sharing tulis soal persiapan yang dibawa ke pesanten ya).

AAL

12 comments

  1. MasyaAllah mba.... rafa mirip banget sama anak saya, kecuali masalah tantrum dan doyan bisnis. Makanya saya pengen banget anak saya masuk pesantren. Apa daya anaknya gak mau. sempet nego, tes mtsn, anaknya mau. stlh tes, lulus dgn hsl memuaskan. udah daftar ulang, anak berubah haluan pengen masuk smpn favorit. Ya sudah... turutin kemauan anak. Berdoa semoga walaupun lulusan smp, bisa masuk sklh ke jenjang yg bisa menjadikannya ulama (anaknya punya cita2 jadi dokter. Semoga dokter dan ulama, dokter ulama) Aamiin. dlm menyekolahkan anak, org tua dan anak harus sama2 ikhlas, semoga berkah. Makasih sharingnya :)

    ReplyDelete
  2. Inspiratif banget bun, saya juga ada cita-cita masukin anak ke pesantren tp ternyata mesti kita "baca" dulubya keinginan dan kemampuan anak gimana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, dari anaknya, juga dari ibu bpaknya yang harus satu suara bun

      Delete
  3. Sama anakku suka kun anta ternyata 😂😂 anakku juga mulai nanya2 ttg pesantren gara2 kun anta. Tapi blom.mau juga masuk pesantren masih kelas 2 SD sih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. heheheh kun anta bikin anak2 pingin masuk pesantrenn

      Delete
  4. Astagfirullah...
    Ya Allah, saya juga suka eh sering gak sabar menghadapi si sulung yang kayak gasing mulu hiks, sering banget keceplosan kalau bakal dikirim ke pesantren.
    Tapi, saat ini emaknya belum mampu rasanya ya Allah hiks..

    Semoga kakak Rafa menjadi anak yang lebih sholeh ya, aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiin YRA makasih bun, hehehe nanti si sulung masuk pesantren bun, ikhlas aja ya

      Delete
  5. Sama nih kayak adikku tapi bukan pesantren lebih tepatnya sekolah islami. Awalnya dia pengen banget lanjut ke sekolah negeri tapi lama-kelamaan seiring berjalanannya waktu, adek saya malah masuk sekolah islami. Mulai dari situ sufatnya mulai berubah jadi lebih baik, pergaulannya juga baik. Emang bener tuh, kalau mau masukin sekolah pesantren harus dari individunya langsung. Kalau dipaksa malah jadi males nanti.

    ReplyDelete
  6. Rafa ini tipikal anak sanguins mbak Al. Tenang, anak saya juga begitu soalnya. Saya juga belum kepikiran, yang pasti pilihan untuk pesantren atau tidak itu kasuistis. Enggak bisa dipukul rata. makasih sharingnya ya mbaak

    ReplyDelete
    Replies
    1. sanguinis apa, sek aku brosing, makasih infonya

      Delete